Pagi pertama awal musim dingin di Kairo 08 Oktober 2005.
Angin dan debu adalah gambar hidup di luar jendela yang saya intip pagi itu. Saya lupa dengan apa yang saya rasakan saat itu, yang pasti saya asing di Negeri ini. Jendela kaca buram oleh embun musim dingin. Saya tulis dengan jari saya disana, "semoga sukses" dengan bahasa inggris. Inilah keputusan yang akhirnya saya pilih. Sebuah pilihan yang cukup lama saya pertimbangkan sejak hari kelulusan dari Attaqwa saat ayah mendengar pengumuman nilai dan melihat serta memperhatikan isi raport nilai saya. Begitulah kebiasaan ayah saat hari kenaikan kelas, hingga hari kelulusan saya dari pesantren itu. Awalnya saya merasa ini adalah sebuah permohonan yang ayah inginkan dari saya. Permohonan yang begitu berat untuk saya penuhi. Mungkin begitu juga bagi ayah sendiri terutama ibu. Karena saya tahu saat kalimat itu terucap, ada duka yang tersimpan di balik wajah hangat ayah. Hingga akhirnya saya menyadari inilah jalan yang harus saya ambil untuk masa depan saya. Karena saya begitu faham, sejak dahulu Ayahlah yang lebih tau siapa diri saya, saya tahu ayah tidak pernah menuntut dan mengatur saya sesuai dengan keinginannya semata. Ayah, nanda akan selalu menghormati keputusan dan keinginan ayah. Tak apa jika ayah bebankan harapan-harapan ayah dipundak nanda, nanda akan berusaha mencapainya, itulah jawaban yang keluar dari mulut saya saat itu. Karena bagi saya semua yang ayah atur adalah yang terbaik untuk saya. Hingga akhirnya kalimat yang menyakitkan itu hadir juga “Meninggalkan”. Tentunya kalimat itu sudah tidak asing lagi bagi saya. Saat harus pergi meninggalkan rumah untuk melanjutkan sekolah kepondok pesantren dan kini harus pergi ke luar negri. Tepat tanggal 06 Oktober 2008, ayah, ummi dan keluarga melepas kepergian saya ke negri yang asing ini, Mesir.
Saat tiba, saya tidak merasa sangat sendiri, karena tiba-tiba saya merasa dekat dengan setiap orang baru yang saya temui. Kecuali penduduk asli.
saya bertemu dengan teman-teman saya, Tuhan memperkenalkan saya dengan mereka satu persatu. Si Anu dari kota ini, dan seterusnya. Ada yang menjengkelkan, menyenangkan, mengagumkam, mengerikan dan …. Layaknya pelangi di musim kemarau, mereka pelangi itu. Sampai akhirnya saya mendapatkan seorang sahabat baik yang hingga saat ini menjadi sahabat dekat saya, Mihmidati & Nita.
Saya sangat menghargai setiap detik, hari yang saya lewati. Sebegitu sangat berharganya, sehingga saya tidak mau kehilangan setiap ingatan dari hari yang saya lewati. Saya catat diam-diam. Kekaguman saya pada Negeri ini, kejengkelan saya pada sistem administrasi di Kampus, rasa hormat saya pada para penulis Mesir yang produktif juga pekerja keras yang sering saya dapati di Bus, di pinggir jalan, metro, kios-kios, terutama di pasar. Tak ada satupun yang saya lewatkan dengan tanpa mencatat. Menyimpannya sebagai pelajaran. Juga tentang teman-teman dan sahabat saya yang memberi banyak hal yang sangat berarti.
Terima kasih banyak ayah, ini semua berkat ridho dan doamu. Juga untukmu ummi, yang telah mengizinkan & merelakan nanda untuk mencari ilmu di sini, walau dengan cucuran air matamu. Aku sungguh merindukan kalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda mengisi comment di sini...