Sabtu, Januari 01, 2011

Tangisnya Membuatku Iba

Pagi itu seperti biasa saya membuka jendela pagi, menyapa gagah dan dermawannya sang matahari yang tiada hentinya menerangi hari, rintik hujan tak menghalangi sinarnya, membuat pagi semakin sejuk. 

Hari itu berjalan seperti biasa. Saya kembali melangkahkan kaki menuju sebuah tempat yang mempertemukan saya dengan wajah-wajah lugu yang menanti siraman cahaya, cahaya untuk membuka jendela dunia. Disana terlihat ada semangat, cita-cita dan harapan. Begitu indah dan menyentuh. Namun diantara wajah-wajah itu ada satu wajah yang menutupi ketiga hal indah itu dengan kegalauan dan penat. saya mencoba untuk mengungkap apa yang disembunyikannya, saya belai kerudung kecilnya, dia menatap saya dengan tatapan penuh iba membuat saya ingin segera meraih jemari mungilnya. berharap dapat sedikit mengurangi luka yang ia simpan. "Ibu guru, besok aku tidak bisa lagi melihat ibu" ucapnya dengan linangan air mata. 

Pilihan

Pilihan. Ya, ia laksana air yang terus mengalir menyusuri hamparan bumi. Laksana agkasa yang dengan birunya menaungi semesta. Ia selalu hadir dalam setiap desah nafas manusia. Karena ia adalah bagian dari kehidupan. Ia adalah bunga dari perjalanan hidup. Sebuah pilihan adalah hakikat kehidupan. Tak banyak yang paham akan makna pilihan; sebanyak yang tahu. Tapi, sebuah pilihan selalu hadir, suka atau tidak, kita kehendaki atau tidak. Dia terus menemani kita dalam mencari arti kehidupan dan makna kematian. Ia ibarat siang dan malam yang terus berganti hingga Sang Penguasa jagat raya ini menghendaki hilangnya proses ini dari peradaban dunia yang fana ini.
 
Hidup adalah pilihan. Berjalan adalah pilihan. Diampun adalah pilihan. Tak terelakan lagi. Kita hidup diantara pilihan. Kita bekerja adalah pilihan. Berlaku jujur adalah pilihan, Kita belajarpun adalah sebuah pilihan. Ya, kita selalu dihadapkan pada sebuah pilihan. Sampai pada saat kita ingin menyempurnakan Din pun, hati kita, pikiran kita akan dihadapkan pada sebuah pilihan. Pilihan hidup.