Sihir dan Perdukunan dalam Perspektif Ulama Syafi'iyah
Oleh:Irfi Syarfiyah
Prolog
Segala puji hanya milik Allah Sang Maha segalanya, yang telah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepadanya. Sholawat dan salam bagi baginda besar Nabi Muhammad Saw. Kepada keluarga, sahabat dan setiap orang yang mengikuti petunjuknya. Amma ba'd.
Bukan hal yang aneh lagi, negara kita Indonesia kini menjadi Negara yang subur untuk istilah-istilah seperti perdukunan, guna-guna, sihir, santet, teluh dan semacamnya. Padahal mayoritas kita beragama Islam. Hal ini terjadi diakibatkan oleh kondisi sosio-historis yang masih terinduksi pesona animisme masa lampau. Sehingga membuat sebagian besar masyarakat kita terbelenggu dan kian mengakrabi istilah-istilah di atas. Prakteknya kini menyebar di segala penjuru. Mereka mempercayakan segalanya kepada dukun semisal ingin mencapai segala kesuksesan, usaha lancar, jabatan bertahan dan naik, mempunyai wibawa dan ditakuti bawahan bahkan ingin jual tanah saja harus pergi ke dukun. Ditambah dengan mitos-mitos yang berkembang di Negara kita nun jauh disana dan diperparah lagi oleh tayangan mistik dan klenik yang berkembang pesat didunia pertelevisian kita dan ironinya tanyangan tersebut mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Permasalahan menjadi kian sulit ketika sebagian kita diuji dengan penyakit aneh yang tak kunjung sembuh dan luput dari diagnosa medis, mereka malah justru menjadi korban praktek tersebut.
Dunia sihir dan perdukunan erat kaitannya dengan dunia jin dan setan, bahkan jin dan setan merupakan faktor utama dalam dunia sihir. Maka sebelum beranjak kepermasalahan inti, yakni pembahasan hukum mempelajari sihir, perbedaan antara sihir, karamah dan mu'jizat serta hukum mendatangi peramal dan dukun, ada baiknya jika kita simak terlebih dahulu pandangan Islam tentang dunia jin.
Jin dan Setan dalam Islam
Allah Swt. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-hujurât:1)
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Adz-Dzâriyât:56)
“Dia menciptakan jin dari nyala api.” (QS. Ar-Rahmân:15)
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat:”Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim. (QS. Al-Kahfi:50)
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkan mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS. Al-An'âm:112)
Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda. (QS. Al-Jin:11)
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman. (QS. Al-A'râf:27)
(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (QS. Al-Jin:27)
Dan bahwasannya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (QS. Al-Jin:6)
Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. (QS. An-Nahl:99)
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-An'âm:82)
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (QS. fâthir:6)
Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah. (QS. An-Nisâ:76)
Tidaklah salah seorang dari kalian, kecuali telah didampingi oleh qarinnya dari golongan jin dan malaikat. Para sahabat bertanya, “Dan engkau juga ya Rasulullah/” Rasulullah menjawab, “Demikian juga dengan saya. Tetapi Allah telah membantu saya atasnya. Maka dia masuk Islam. Dan ia tidak memerintahkan saya kecuali dalam kebaikan” (HR. Muslim)
“Sesungguhnya syaitan itu mengalir dari tubuh manusia melalui jalan darah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Definisi Sihir dan Perdukunan
Menurut etimologi sihir berarti memalingkan sesuatu dari hakikat yang sebenarnya.[1] Al-Azhari mengatakan sihir adalah al- Ukhdzah yakni jampi-jampi yang dapat menipu penglihatan seseorang, sihir juga merupakan suatu perbuatan yang dapat mendekatkan diri kepada setan sebab meminta pertolongan darinya. Ibnu Mandzur mengatakan bahwa penyihir seolah memperlihatkan kebathilan dalam wujud kebenaran dan menggambarkan sesuatu diluar hakikat yang sebenarnya.[2]
Sedangkan menurut terminologi Ibnul Khatib asy-Syarbini mengemukakan bahwa sihir merupakan suatu tindakan yang datang dari jiwa kotor untuk memperlihatkan sesuatu diluar batas kewajaran. Para penyihir melontarkan jampi-jampi secara lisan maupun tulisan atau melakukan suatu tindakan, yang kesemuanya itu bertujuan untuk merubah keadaan orang yang terkena sihir tanpa berinteraksi langsung dengannya, sehingga membuatnya sakit atau bahkan mati, bisa juga memisahkan pasangan suami istri dan hal lainnya. Dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa sihir merupakan kesepakatan antara penyihir dan syetan dengan syarat penyihir harus melakukan segala bentuk kemusyrikan dan hal-hal yang diharamkan agama dengan imbalan berupa pertolongan dan kesediaaan setan untuk mengabulkan segala yang inginkannya.
Kâhin (Dukun) berasal dari kalimat kahuna-yakhunu-kahnan yang berarti seseorang yang mengetahui keadaan masa yang akan datang dan hal-hal yang tersembunyi dan bersifat rahasia. Diantara mereka ada yang mengaku bahwa mereka mempunyai pengikut dari golongan jin yang memberitahukan kepadanya segala macam kejadian-kejadian yang akan terjadi. Sebagian mereka juga ada yang mengaku bahwa mereka mengetahui segala perkara dan permasalahan yang sedang menimpa seseorang serta sebab-sebabnya, dalam bahasa arab mereka dikenal dengan 'Arrâf yakni peramal[3]
Hakikat Sihir[4]
Para ulama berbeda pendapat mengenai hakikat sihir, Jumhur Ulama mengatakan bahwa sihir merupakan hakikat dan memberikan pengaruh. Mereka berdalih dengan firman Allah Swt:
1. سحرو اعين الناس واسترهبوهم وجاءو بسحر عظيم (الاعراف : 116)
Artinya: Mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan) (QS. Al-A'râf:116)
2. فيتعلمون منهما ما يفرقون به بين المرء و زوجه (البقرة : 102)
Artinya: Dan mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara suami dan istri (QS.al-Baqarah:102)
Pada ayat pertama menunjukkan hakikat sihir dengan firman Allah Swt ((وجاءو بسحر عظيم)) dan ayat yang kedua menetapkan hakikat sihir sebagai cara keji untuk memisahkan hubungan suami istri dan menciptakan permusuhan diantara keduanya.
Sedangkan Mu'tazilah dan sebagian ahli sunnah berpendapat bahwa sihir merupakan tipuan saja, bukanlah suatu hakikat, mereka membagi sihir kepada beberapa bagian, diantaranya:
Pertama, at-Takhayyul (Imajinasi) dan al-Khidâ' (tipuan). Seperti yang dilakukan oleh tukang-tukang sulap. Misal, mereka menyembelih burung dihadapan kita kemudian tidak menunggu beberapa detik kita melihat burung itu hidup kembali dan terbang seperti biasanya . Padahal sebenarnya dia menyiapkan dua ekor burung, ketika ia menyembelih burung pertama ia menutupinya dengan memainkan daya lihat kita dan menerbangkan burung kedua yang masih hidup. Sebagian ulama mengatakan bahwa jenis sihir yang dilakukan oleh tukang sihir fir'aun adalah jenis sihir macam ini.
Kedua, praktek perdukunan dan ramalan dengan jalan berkolusi. Seperti yang banyak dilakukan oleh para dukun dan peramal.
Ketiga, sihir dengan cara namîmah (adu domba/fitnah), wisyâmah (kejahatan/permusuhan) dan ifsâd (kerusakan) dengan jalan sembunyi-sembunyi dan dan tidak dapat diraba oleh kasat mata. Cara inilah yang sering digunakan oleh sebagian besar orang. Missal seorang ingin menghancurkan hubungan suami istri, dia mendatangi sang istri dan memberitahukan kepadanya bahwa suaminya telah memamerkan dirinya kepada orang lain, sedangkan suaminya ingin menikah lagi dengan orang lain, maka saya akan menyihir suami anda agar dia tidak membenci anda dan tidak menyukai sipapun kecuali anda, tetapi anda mesti mengambil tiga helai rambutnya di dekat lehernya dengan gunting ketika ia tidur kemudian merendamnya sampai sihirnya benar-benar bereaksi. Sehingga sang istri tertipu dan mempercayai perkataan wanita tersebut. Kemudia wanita itu mendatangi sang suami dan mengatakan kepadanya bahwa istrinya menyukai orang lain dan aku kira dia akan membunuhmu dengan gunting saat kamu tidur, kemudian diapun mempercayainya. Dan ketika suatu malam istrinya hendak memotong rambutnya dan gunting berada tepat didekat leher suaminya, suaminya bangun dan mendapatinya melakukan hal yang dikatakan wanita itu kepadanya dan tidak diragukan lagi istrinya memang ingin membunuhnya, sehingga kemudian ia bangun dan membunuh istrinya. Kemudian tersebarlah berita ke telinga keluarga sang istri sehingga keluarga tersebut saling bermusuhan.
Keempat, il-Ihtiyâl (tipu daya/muslihat). Yaitu dengan cara memberi obat atau makanan yang telah dibubuhi racun dan sejenisnya kepada orang yang akan disihir yang dapat memberikan pengaruh ke otak seperti memberinya makan otak keledai. Menurut penelitian, memakan obat keledai mengakibatkan kebodohan sehingga ia melenceng kejalan yang sesat karena kebodohannya. Dan orang-orang mengatakan ia telah terkena sihir.
Dalil Mu'tazilah:
1. سحروا اعين الناس واسترهبوهم (الاعراف: 116)
Artinya: Mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut.
2. يخيل اليه من سحرهم انها تسعى (طه: 66)
Artinya: Terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat lantaran sihir mereka (Thâhâ:66).
Ayat pertama menunjukkan bahwasanya sihir itu mengelabui data penglihatan. Sedangkan ayat kedua menyatakan bahwa sihir itu adalah imajinasi bukan hakikat.
Adapun pendapat yang rajih dari kedua pendapat di atas adalah pendapat Jumhur Ulama yang mengatakan bahwa sihir merupakan hakikat dan memberikan pengaruh dan dampak negatif bagi sasaran sihir, bukan hanya sekedar imajinasi dan tipuan belaka. Kebenaran pendapat mereka diperkuat oleh hujjah atau dalil mereka yang kuat yakni kebenaran adanya pengaruh bagi sasaran korban sihir. Contohnya dalam ta’tsîr yang ditimbulkan dari pemisahan hubungan suami dan istri lewat sihir. Jika tidak demikian, al-Quran tidak akan mengatakan ((ومن شر النفاثات في العقد)) . Yang demikian itu kebanyakan menggunakan bantuan setan.
Hukum Sihir dan Perdukunan
Imam Nawawi[5] mengatakan bahwa hukum perbuatan sihir adalah haram dan termasuk dosa besar yang dilarang oleh Allah Swt. Rasulullah Saw. Mengkategorikan sihir sebagai salah satu dari tujuh macam perbuatan keji yang diharamkan.
Rasulullah Saw. bersabda[6]:
عن ابى هريرة رضي الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال (( اجتنبوا الموبقات الشرك بالله و السحر.....الخ))
Artinya: Dari Abi Hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: (Jauhkanlah perbuatan-perbuatan keji seperti menyekutukan Allah, sihir).
Adapun mengenai hukum mempelajari dan mengajarkan sihir, ulama syafi'iyyah mengkategorikannya sebagai dosa dan haram dilakukan karna sihir merupakan maksiat dan membahayakan orang lain. Akan tetapi Abu Hurairoh menyatakan dibolehkannya sihir jika tidak diamalkan, akan tetapi jika sampai memalingkan keyakinan orang yang mempelajari dan mengajarkannya, maka dianggap kufur. Imam Haramain mengatakan bahwa tidak diragukan lagi yang mempelajari sihir tidak lain hanyalah orang fasiq[7]
Mengenai hukum perdukunan Imam Nawawi juga mengatakan bahwa perdukunan sama halnya dengan sihir, begitu pula mempelajari dan mendatangi para dukun[8].
Adapaun hukum bagi penyihir itu sendiri Imam Syafi’i dalam kitab al-Um memberikan perincian, beliau mengatakan: “seorang penyihir jika sihirnya berisi hal-hal yang dapat menjadikannya kafir seperti meminta bantuan jin dan sebagainya, maka ia dihukumkan kafir, darahnya halal untuk dibunuh dan hartanya diambil sebagai fai’, namun jika ia bertaubat, maka ia akan diampuni. Dan jika ia menggunakan mantra yang tidak diketahui maknannya atau menggunakan bau-bauan seperti kemenyan meskipun itu tidak membahayakan orang lain, maka ia tidak dianggap kafir namun hal itu tetap dilarang dan sangat diharamkan. Dan jika ia mengulang perbuatan itu kembali, maka ia berhak mendapatkan ta’zîr (kecaman).
Pengobatan Sihir, Bagaimana Hukum Ruqyah?
Sebagaimana yang telah kita ketahui di atas mengenai hakikat sihir, jelaslah bahwa sihir, santet, guna-guna, teluh dan semacamnya merupakan istilah-istilah yang pada prakteknya tidak terlepas dari bantuan setan. Hal ini bisa terjadi jika seseorang mengadakan perjanjian dengan makhluk tersebut lalu meminta mereka untuk melakukan segala hal yang diinginkan orang tersebut seperti, memberi manfaat atau mudharat untuk orang yang dikehendakinya dengan jalan merasuki orang yang menjadi sasaran sihir. hal demikian serupa dengan firman Allah Swt. dalam surah al-Jin ayat 6:
"dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki diantara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki diantara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan".
Ada juga jin yang suka mengganggu dan masuk ke dalam tubuh manusia atas kemauannya sendiri dengan berbagai macam alasan seperti, balas dendam karena seseorang telah menyiram tempatnya dengan menggunakan air panas, bisa juga karena ia jatuh cinta atau mungkin hanya sekedar iseng. Oleh sebab itulah hendaknya kita perbanyak ibadah dan melaksanakan syariat Allah, sebab jin tidak bisa memasuki jiwa seseorang yang kuat iman dan islam dan sehingga kita mempunyai pertahanan spiritual yang kuat. Hendaknya pula kita mewaspadai kondisi kejiwaan kita jangan sampai kita berada dalam keadaan marah besar, takut dan stress yang berlebihan atau lalai, sebab setan akan mudah sekali masuk ke dalam tubuh kita, tindakan tersebut merupakan tindakan preventif.
Namun jika memang setan telah terlanjur masuk ke dalam tubuh seseorang, maka harus melakukan tahapan pengobatan, ada satu cara ampuh yang dibolehkan oleh Islam yaitu ruqyah.
Definisi Ruqyah
Ruqyah dalam bahasa arab merupakan bentuk mashdar dari kata kerja yang bermakna al-‘Udzah (perlindungan). Ada pendapat lainnya yang mengartikan ruqyah sebagai azimat atau mantra.[9]
Sedangkan menurut terminologi ruqyah adalah memohon perlindungan kepada Allah melalui doa-doa dan bacaan ayat-ayat suci al-Quran guna mencegah penyakit dan memperoleh kesembuhan.
Ruqyah dalam Islam
Istilah ruqyah sudah dikenal sejak zaman jahiliyah dahulu, namun ruqyah pada masa itu memiliki penyimpangan yang tidak lepas dari unsur kesyirikan. Sehingga nabi menghukuminya sebagai salah satu perbuatan syirik, sebagaimana sabdanya:
ان الرقى و التمائم والتولة شرك (اخرجه الامام احمد)
Artinya: Sesungguhnya ruqyah, tamimah dan tiwalah itu termasuk dalam kesyirikan (H.R. Imam Ahmad).
Namun melihat hajat umatnya saat itu terhadap ruqyah seperti untuk menghindari binatang berbahaya seperti kalajengking dan lainnya, maka nabi pada awalnya memerintahkan para sahabat untuk mendemonstrasikan ruqyah mereka, sehingga beliau sabdanya:
اعرضوا على رقاكم لا بأس بالرقى ما لم يكن فيه شرك (اخرجه مسلم)
Artinya: Demontrasikanlah ruqyah kamu sekalian dihadapanku, mengapa melakukan ruqyah sepanjang tidak mengandung kesyirikan (H.R Muslim).
Dari sekelumit riwayat di atas, dapat kita cerna bahwa nabi sangat selektif dalam menyikapi terapi ruqyah sehingga tidak terkontaminasi dengan penyimpangan dan kesyirikan.
Allah Swt. berfirman:
وننزل من القران ما هو شفاء و رحمة للمؤمنين ولا يزيد الظالمين الا خسارا (الاسراء: 82)
Artinya : Dan kami turunkan dari al-Qur'an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur'an itu tidaklah menambha kepada orang-orang yang dzalim kecuali kerugian (al-Isrâ: 82)
Demikian hukum ruqyah, dari ayat dan hadits di atas jelas sudah mengenai hukumnya, imam Syafi’i dalam kitab al-Um menyatakan kebolehan ruqyah selama tidak menyimpang kearah syirik dan dengan syarat kalimat ruqyah harus diambil dari kitabullah.
Perbedaan Sihir, Karamah dan Mu'jizat
Al-Marazi mengungkapkan: “Perbedaan antara sihir, karamah dan mukjizat adalah bahwa sihir berlangsung melalui proses beberapa bantuan sejumlah bacaan dan perbuatan (upacara ritual) sehingga terwujud apa yang menjadi keinginan si penyihir. Sedangkan karamah tidak membutuhkan hal tersebut, tetapi biasanya karamah ini muncul berkat taufiq dari Allah. Allah Swt. memberikan kepada hamba-hamba-Nya yang benar-benar beriman serta bertaqwa kepada-Nya, yang disebut dengan wali Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman ketika menyebutkan tentang sifat-sifat wali-wali-Nya : “Ketahuilah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman dan mereka senantiasa bertaqwa”. (QS.
Yunus:62-62).Dalam ayat ini Allah Ta’ala mengabarkan tentang keadaan wali-wali-Nya dan sifat-sifat mereka, yaitu: “Orang-orang yang beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan hari akhir serta beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk.” Kemudian mereka merealisasikan keimanan mereka dengan melakukan ketakwaan dengan cara melakukan segala perintah Allah Ta’ala dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Beberapa contoh Karamah:
1. Apa yang terjadi pada “Ashhabul Kahfi” (penghuni gua). Suatu kisah agung yang terdapat dalam surat Al Kahfi. Allah berfirman :
ِ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى ( الكهف :13 )
Artinya: “Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka dan kami tambahkan pada mereka petunjuk.” (QS. Al Kahfi: 13).
3. Diantara Karomah para wali yang disebutkan dalam Al Qur’an adalah apa yang terjadi pada Dzul Qarnain yaitu seorang raja yang shalih yang Allah nyatakan dalam al-Quran: “Sesungguhnya kami telah memberi kekuasaan kepadanya di muka bumi dan kami telah memberikan kepadanya jalan untuk mencapai segala sesuatu”. (Q.S. Al Kahfi :84)
Adapun mukjizat, ia mempunyai kelebihan atas karamah, karena diperoleh melalui perjuangan (tantangan).” Al-Hafizh Ibnu Hajar mengemukakan: “Imam al-Haramain menukil ijma’ yang menyatakan bahwa sihir itu tidak muncul kecuali dari orang fasik, sedangkan karamah tidak akan muncul pada orang fasik.” Selain itu Ibnu Hajar juga mengungkapkan: “Perlu juga diperhatikan keaadaan orang yang mengalami kejadian luar biasa seperti itu, jika dia berpegang teguh pada syari’at dan menjauhi dosa-dosa besar, maka berbagai kejadian luar biasa yang tampak pada dirinya merupakan karamah, dan jika dia tidak berpegang teguh pada syari’at serta melakukan perbuatan dosa besar, maka hal tersebut merupakan sihir, karena sihir itu muncul dari salah satu jenisnya, misalnya memberi bantuan kepada setan”.[10]
Epilog
Demikian pembahasan ringkas mengenai sihir, perdukunan dan yang berkaitan dengan dua istilah tersebut dalam perspektif Ulama Syafi’iyyah. Dan penulis dapat menyimpulkan berdasarkan ayat al-Quran sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-hujurât:1)
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz-Dzâriyât:56).
Adapun mengenai perbedaan pendapat mengenai beberapa hal seperti hakikat sihir, macam dan hal lainnya, merupakan hal yang sejatinya terjadi. Namun mengenai hukum sihir dan perdukunan itu sendiri para ulama bersepakat dalam pengharamannya.
Wallahu a’lam bi al-Shawâb. Allahumma iftah lanâ futûhal ‘arifîn…. Rabbanâ lâ tuâkhidznâ in nasînâ aw akhtha’nâ…
[1] Syamsuddin Muhammad Ibnul Khatib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtâj ilâ ma'rifah al-Alfâzh al-Minhâj, Dar al- Fikr, Bairut, juz 4, hal. 146.
[2] Imam al-'Allâmah Ibnu Manzhur, Lisânul Arab, Dar al-Hadits, juz IV, hal. 509.
[3] Imam al-'Allâmah Ibnu Manzhur, Lisânul Arab, Dar al-Hadits, juz VII, hal. 756.
[4] As-Syeikh Muhammad Ali ash-Shobûni, Rawâi' al-Bayan Tafsîr Âyâtul Ahkâm minal Qurân, Dar ash-Shâbûnî, cet. I 1999, juz I, hal. 54-57.
[5] Abdurrahman Bin Muhammad 'Audh al-Jazîrî, Kitab al-Fiqh 'Ala Madzâhib al-Arba'ah, Muassaah al-Mukhtâr, Kairo, Cet. 2006, juz 5, hal 342.
[6] Imam al-Hafidz Ahmad Bin Ali Ibn Hajar al-'Atsqalânî, Fathul Bârî bi Syarhi Shohih al-Bukhâri, Dar al-Hadits, Kairo, cet. 2004, juz 10, hal. 262.
[7] Syamsuddin Muhammad Ibnul Khatib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtâj ilâ ma'rifah al-Alfâzh al-Minhâj, Dar al- Fikr, Bairut, juz 4, hal. 146.
[8] Imam Abi Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi ad-Damsyqi, Raudah ath-Thalibîn, Dar al-Kutub al-'Ilmiyah, Bairut, Libanon, cet. 2000, juz 7, hal. 197.
[9] Imam al-'Allâmah Ibnu Manzhur, Lisânul Arab, Dar al-Hadits, juz IV, hal. 223.
[10] Imam al-Hafidz Ahmad Bin Ali Ibn Hajar al-'Atsqalânî, Fathul Bârî bi Syarhi Shohih al-Bukhâri, Dar al-Hadits, Kairo, cet. 2004, juz 10, hal. 262.
Prolog
Segala puji hanya milik Allah Sang Maha segalanya, yang telah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepadanya. Sholawat dan salam bagi baginda besar Nabi Muhammad Saw. Kepada keluarga, sahabat dan setiap orang yang mengikuti petunjuknya. Amma ba'd.
Bukan hal yang aneh lagi, negara kita Indonesia kini menjadi Negara yang subur untuk istilah-istilah seperti perdukunan, guna-guna, sihir, santet, teluh dan semacamnya. Padahal mayoritas kita beragama Islam. Hal ini terjadi diakibatkan oleh kondisi sosio-historis yang masih terinduksi pesona animisme masa lampau. Sehingga membuat sebagian besar masyarakat kita terbelenggu dan kian mengakrabi istilah-istilah di atas. Prakteknya kini menyebar di segala penjuru. Mereka mempercayakan segalanya kepada dukun semisal ingin mencapai segala kesuksesan, usaha lancar, jabatan bertahan dan naik, mempunyai wibawa dan ditakuti bawahan bahkan ingin jual tanah saja harus pergi ke dukun. Ditambah dengan mitos-mitos yang berkembang di Negara kita nun jauh disana dan diperparah lagi oleh tayangan mistik dan klenik yang berkembang pesat didunia pertelevisian kita dan ironinya tanyangan tersebut mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Permasalahan menjadi kian sulit ketika sebagian kita diuji dengan penyakit aneh yang tak kunjung sembuh dan luput dari diagnosa medis, mereka malah justru menjadi korban praktek tersebut.
Dunia sihir dan perdukunan erat kaitannya dengan dunia jin dan setan, bahkan jin dan setan merupakan faktor utama dalam dunia sihir. Maka sebelum beranjak kepermasalahan inti, yakni pembahasan hukum mempelajari sihir, perbedaan antara sihir, karamah dan mu'jizat serta hukum mendatangi peramal dan dukun, ada baiknya jika kita simak terlebih dahulu pandangan Islam tentang dunia jin.
Jin dan Setan dalam Islam
Allah Swt. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-hujurât:1)
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. Adz-Dzâriyât:56)
“Dia menciptakan jin dari nyala api.” (QS. Ar-Rahmân:15)
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat:”Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim. (QS. Al-Kahfi:50)
Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkan mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS. Al-An'âm:112)
Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda. (QS. Al-Jin:11)
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya ‘auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman. (QS. Al-A'râf:27)
(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (QS. Al-Jin:27)
Dan bahwasannya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (QS. Al-Jin:6)
Sesungguhnya syaitan itu tidak ada kekuasannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. (QS. An-Nahl:99)
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-An'âm:82)
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (QS. fâthir:6)
Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah. (QS. An-Nisâ:76)
Tidaklah salah seorang dari kalian, kecuali telah didampingi oleh qarinnya dari golongan jin dan malaikat. Para sahabat bertanya, “Dan engkau juga ya Rasulullah/” Rasulullah menjawab, “Demikian juga dengan saya. Tetapi Allah telah membantu saya atasnya. Maka dia masuk Islam. Dan ia tidak memerintahkan saya kecuali dalam kebaikan” (HR. Muslim)
“Sesungguhnya syaitan itu mengalir dari tubuh manusia melalui jalan darah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Definisi Sihir dan Perdukunan
Menurut etimologi sihir berarti memalingkan sesuatu dari hakikat yang sebenarnya.[1] Al-Azhari mengatakan sihir adalah al- Ukhdzah yakni jampi-jampi yang dapat menipu penglihatan seseorang, sihir juga merupakan suatu perbuatan yang dapat mendekatkan diri kepada setan sebab meminta pertolongan darinya. Ibnu Mandzur mengatakan bahwa penyihir seolah memperlihatkan kebathilan dalam wujud kebenaran dan menggambarkan sesuatu diluar hakikat yang sebenarnya.[2]
Sedangkan menurut terminologi Ibnul Khatib asy-Syarbini mengemukakan bahwa sihir merupakan suatu tindakan yang datang dari jiwa kotor untuk memperlihatkan sesuatu diluar batas kewajaran. Para penyihir melontarkan jampi-jampi secara lisan maupun tulisan atau melakukan suatu tindakan, yang kesemuanya itu bertujuan untuk merubah keadaan orang yang terkena sihir tanpa berinteraksi langsung dengannya, sehingga membuatnya sakit atau bahkan mati, bisa juga memisahkan pasangan suami istri dan hal lainnya. Dari definisi di atas dapat di simpulkan bahwa sihir merupakan kesepakatan antara penyihir dan syetan dengan syarat penyihir harus melakukan segala bentuk kemusyrikan dan hal-hal yang diharamkan agama dengan imbalan berupa pertolongan dan kesediaaan setan untuk mengabulkan segala yang inginkannya.
Kâhin (Dukun) berasal dari kalimat kahuna-yakhunu-kahnan yang berarti seseorang yang mengetahui keadaan masa yang akan datang dan hal-hal yang tersembunyi dan bersifat rahasia. Diantara mereka ada yang mengaku bahwa mereka mempunyai pengikut dari golongan jin yang memberitahukan kepadanya segala macam kejadian-kejadian yang akan terjadi. Sebagian mereka juga ada yang mengaku bahwa mereka mengetahui segala perkara dan permasalahan yang sedang menimpa seseorang serta sebab-sebabnya, dalam bahasa arab mereka dikenal dengan 'Arrâf yakni peramal[3]
Hakikat Sihir[4]
Para ulama berbeda pendapat mengenai hakikat sihir, Jumhur Ulama mengatakan bahwa sihir merupakan hakikat dan memberikan pengaruh. Mereka berdalih dengan firman Allah Swt:
1. سحرو اعين الناس واسترهبوهم وجاءو بسحر عظيم (الاعراف : 116)
Artinya: Mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan) (QS. Al-A'râf:116)
2. فيتعلمون منهما ما يفرقون به بين المرء و زوجه (البقرة : 102)
Artinya: Dan mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara suami dan istri (QS.al-Baqarah:102)
Pada ayat pertama menunjukkan hakikat sihir dengan firman Allah Swt ((وجاءو بسحر عظيم)) dan ayat yang kedua menetapkan hakikat sihir sebagai cara keji untuk memisahkan hubungan suami istri dan menciptakan permusuhan diantara keduanya.
Sedangkan Mu'tazilah dan sebagian ahli sunnah berpendapat bahwa sihir merupakan tipuan saja, bukanlah suatu hakikat, mereka membagi sihir kepada beberapa bagian, diantaranya:
Pertama, at-Takhayyul (Imajinasi) dan al-Khidâ' (tipuan). Seperti yang dilakukan oleh tukang-tukang sulap. Misal, mereka menyembelih burung dihadapan kita kemudian tidak menunggu beberapa detik kita melihat burung itu hidup kembali dan terbang seperti biasanya . Padahal sebenarnya dia menyiapkan dua ekor burung, ketika ia menyembelih burung pertama ia menutupinya dengan memainkan daya lihat kita dan menerbangkan burung kedua yang masih hidup. Sebagian ulama mengatakan bahwa jenis sihir yang dilakukan oleh tukang sihir fir'aun adalah jenis sihir macam ini.
Kedua, praktek perdukunan dan ramalan dengan jalan berkolusi. Seperti yang banyak dilakukan oleh para dukun dan peramal.
Ketiga, sihir dengan cara namîmah (adu domba/fitnah), wisyâmah (kejahatan/permusuhan) dan ifsâd (kerusakan) dengan jalan sembunyi-sembunyi dan dan tidak dapat diraba oleh kasat mata. Cara inilah yang sering digunakan oleh sebagian besar orang. Missal seorang ingin menghancurkan hubungan suami istri, dia mendatangi sang istri dan memberitahukan kepadanya bahwa suaminya telah memamerkan dirinya kepada orang lain, sedangkan suaminya ingin menikah lagi dengan orang lain, maka saya akan menyihir suami anda agar dia tidak membenci anda dan tidak menyukai sipapun kecuali anda, tetapi anda mesti mengambil tiga helai rambutnya di dekat lehernya dengan gunting ketika ia tidur kemudian merendamnya sampai sihirnya benar-benar bereaksi. Sehingga sang istri tertipu dan mempercayai perkataan wanita tersebut. Kemudia wanita itu mendatangi sang suami dan mengatakan kepadanya bahwa istrinya menyukai orang lain dan aku kira dia akan membunuhmu dengan gunting saat kamu tidur, kemudian diapun mempercayainya. Dan ketika suatu malam istrinya hendak memotong rambutnya dan gunting berada tepat didekat leher suaminya, suaminya bangun dan mendapatinya melakukan hal yang dikatakan wanita itu kepadanya dan tidak diragukan lagi istrinya memang ingin membunuhnya, sehingga kemudian ia bangun dan membunuh istrinya. Kemudian tersebarlah berita ke telinga keluarga sang istri sehingga keluarga tersebut saling bermusuhan.
Keempat, il-Ihtiyâl (tipu daya/muslihat). Yaitu dengan cara memberi obat atau makanan yang telah dibubuhi racun dan sejenisnya kepada orang yang akan disihir yang dapat memberikan pengaruh ke otak seperti memberinya makan otak keledai. Menurut penelitian, memakan obat keledai mengakibatkan kebodohan sehingga ia melenceng kejalan yang sesat karena kebodohannya. Dan orang-orang mengatakan ia telah terkena sihir.
Dalil Mu'tazilah:
1. سحروا اعين الناس واسترهبوهم (الاعراف: 116)
Artinya: Mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut.
2. يخيل اليه من سحرهم انها تسعى (طه: 66)
Artinya: Terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat lantaran sihir mereka (Thâhâ:66).
Ayat pertama menunjukkan bahwasanya sihir itu mengelabui data penglihatan. Sedangkan ayat kedua menyatakan bahwa sihir itu adalah imajinasi bukan hakikat.
Adapun pendapat yang rajih dari kedua pendapat di atas adalah pendapat Jumhur Ulama yang mengatakan bahwa sihir merupakan hakikat dan memberikan pengaruh dan dampak negatif bagi sasaran sihir, bukan hanya sekedar imajinasi dan tipuan belaka. Kebenaran pendapat mereka diperkuat oleh hujjah atau dalil mereka yang kuat yakni kebenaran adanya pengaruh bagi sasaran korban sihir. Contohnya dalam ta’tsîr yang ditimbulkan dari pemisahan hubungan suami dan istri lewat sihir. Jika tidak demikian, al-Quran tidak akan mengatakan ((ومن شر النفاثات في العقد)) . Yang demikian itu kebanyakan menggunakan bantuan setan.
Hukum Sihir dan Perdukunan
Imam Nawawi[5] mengatakan bahwa hukum perbuatan sihir adalah haram dan termasuk dosa besar yang dilarang oleh Allah Swt. Rasulullah Saw. Mengkategorikan sihir sebagai salah satu dari tujuh macam perbuatan keji yang diharamkan.
Rasulullah Saw. bersabda[6]:
عن ابى هريرة رضي الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه و سلم قال (( اجتنبوا الموبقات الشرك بالله و السحر.....الخ))
Artinya: Dari Abi Hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda: (Jauhkanlah perbuatan-perbuatan keji seperti menyekutukan Allah, sihir).
Adapun mengenai hukum mempelajari dan mengajarkan sihir, ulama syafi'iyyah mengkategorikannya sebagai dosa dan haram dilakukan karna sihir merupakan maksiat dan membahayakan orang lain. Akan tetapi Abu Hurairoh menyatakan dibolehkannya sihir jika tidak diamalkan, akan tetapi jika sampai memalingkan keyakinan orang yang mempelajari dan mengajarkannya, maka dianggap kufur. Imam Haramain mengatakan bahwa tidak diragukan lagi yang mempelajari sihir tidak lain hanyalah orang fasiq[7]
Mengenai hukum perdukunan Imam Nawawi juga mengatakan bahwa perdukunan sama halnya dengan sihir, begitu pula mempelajari dan mendatangi para dukun[8].
Adapaun hukum bagi penyihir itu sendiri Imam Syafi’i dalam kitab al-Um memberikan perincian, beliau mengatakan: “seorang penyihir jika sihirnya berisi hal-hal yang dapat menjadikannya kafir seperti meminta bantuan jin dan sebagainya, maka ia dihukumkan kafir, darahnya halal untuk dibunuh dan hartanya diambil sebagai fai’, namun jika ia bertaubat, maka ia akan diampuni. Dan jika ia menggunakan mantra yang tidak diketahui maknannya atau menggunakan bau-bauan seperti kemenyan meskipun itu tidak membahayakan orang lain, maka ia tidak dianggap kafir namun hal itu tetap dilarang dan sangat diharamkan. Dan jika ia mengulang perbuatan itu kembali, maka ia berhak mendapatkan ta’zîr (kecaman).
Pengobatan Sihir, Bagaimana Hukum Ruqyah?
Sebagaimana yang telah kita ketahui di atas mengenai hakikat sihir, jelaslah bahwa sihir, santet, guna-guna, teluh dan semacamnya merupakan istilah-istilah yang pada prakteknya tidak terlepas dari bantuan setan. Hal ini bisa terjadi jika seseorang mengadakan perjanjian dengan makhluk tersebut lalu meminta mereka untuk melakukan segala hal yang diinginkan orang tersebut seperti, memberi manfaat atau mudharat untuk orang yang dikehendakinya dengan jalan merasuki orang yang menjadi sasaran sihir. hal demikian serupa dengan firman Allah Swt. dalam surah al-Jin ayat 6:
"dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki diantara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki diantara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan".
Ada juga jin yang suka mengganggu dan masuk ke dalam tubuh manusia atas kemauannya sendiri dengan berbagai macam alasan seperti, balas dendam karena seseorang telah menyiram tempatnya dengan menggunakan air panas, bisa juga karena ia jatuh cinta atau mungkin hanya sekedar iseng. Oleh sebab itulah hendaknya kita perbanyak ibadah dan melaksanakan syariat Allah, sebab jin tidak bisa memasuki jiwa seseorang yang kuat iman dan islam dan sehingga kita mempunyai pertahanan spiritual yang kuat. Hendaknya pula kita mewaspadai kondisi kejiwaan kita jangan sampai kita berada dalam keadaan marah besar, takut dan stress yang berlebihan atau lalai, sebab setan akan mudah sekali masuk ke dalam tubuh kita, tindakan tersebut merupakan tindakan preventif.
Namun jika memang setan telah terlanjur masuk ke dalam tubuh seseorang, maka harus melakukan tahapan pengobatan, ada satu cara ampuh yang dibolehkan oleh Islam yaitu ruqyah.
Definisi Ruqyah
Ruqyah dalam bahasa arab merupakan bentuk mashdar dari kata kerja yang bermakna al-‘Udzah (perlindungan). Ada pendapat lainnya yang mengartikan ruqyah sebagai azimat atau mantra.[9]
Sedangkan menurut terminologi ruqyah adalah memohon perlindungan kepada Allah melalui doa-doa dan bacaan ayat-ayat suci al-Quran guna mencegah penyakit dan memperoleh kesembuhan.
Ruqyah dalam Islam
Istilah ruqyah sudah dikenal sejak zaman jahiliyah dahulu, namun ruqyah pada masa itu memiliki penyimpangan yang tidak lepas dari unsur kesyirikan. Sehingga nabi menghukuminya sebagai salah satu perbuatan syirik, sebagaimana sabdanya:
ان الرقى و التمائم والتولة شرك (اخرجه الامام احمد)
Artinya: Sesungguhnya ruqyah, tamimah dan tiwalah itu termasuk dalam kesyirikan (H.R. Imam Ahmad).
Namun melihat hajat umatnya saat itu terhadap ruqyah seperti untuk menghindari binatang berbahaya seperti kalajengking dan lainnya, maka nabi pada awalnya memerintahkan para sahabat untuk mendemonstrasikan ruqyah mereka, sehingga beliau sabdanya:
اعرضوا على رقاكم لا بأس بالرقى ما لم يكن فيه شرك (اخرجه مسلم)
Artinya: Demontrasikanlah ruqyah kamu sekalian dihadapanku, mengapa melakukan ruqyah sepanjang tidak mengandung kesyirikan (H.R Muslim).
Dari sekelumit riwayat di atas, dapat kita cerna bahwa nabi sangat selektif dalam menyikapi terapi ruqyah sehingga tidak terkontaminasi dengan penyimpangan dan kesyirikan.
Allah Swt. berfirman:
وننزل من القران ما هو شفاء و رحمة للمؤمنين ولا يزيد الظالمين الا خسارا (الاسراء: 82)
Artinya : Dan kami turunkan dari al-Qur'an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur'an itu tidaklah menambha kepada orang-orang yang dzalim kecuali kerugian (al-Isrâ: 82)
Demikian hukum ruqyah, dari ayat dan hadits di atas jelas sudah mengenai hukumnya, imam Syafi’i dalam kitab al-Um menyatakan kebolehan ruqyah selama tidak menyimpang kearah syirik dan dengan syarat kalimat ruqyah harus diambil dari kitabullah.
Perbedaan Sihir, Karamah dan Mu'jizat
Al-Marazi mengungkapkan: “Perbedaan antara sihir, karamah dan mukjizat adalah bahwa sihir berlangsung melalui proses beberapa bantuan sejumlah bacaan dan perbuatan (upacara ritual) sehingga terwujud apa yang menjadi keinginan si penyihir. Sedangkan karamah tidak membutuhkan hal tersebut, tetapi biasanya karamah ini muncul berkat taufiq dari Allah. Allah Swt. memberikan kepada hamba-hamba-Nya yang benar-benar beriman serta bertaqwa kepada-Nya, yang disebut dengan wali Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman ketika menyebutkan tentang sifat-sifat wali-wali-Nya : “Ketahuilah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati, yaitu orang-orang yang beriman dan mereka senantiasa bertaqwa”. (QS.
Yunus:62-62).Dalam ayat ini Allah Ta’ala mengabarkan tentang keadaan wali-wali-Nya dan sifat-sifat mereka, yaitu: “Orang-orang yang beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan hari akhir serta beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk.” Kemudian mereka merealisasikan keimanan mereka dengan melakukan ketakwaan dengan cara melakukan segala perintah Allah Ta’ala dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Beberapa contoh Karamah:
1. Apa yang terjadi pada “Ashhabul Kahfi” (penghuni gua). Suatu kisah agung yang terdapat dalam surat Al Kahfi. Allah berfirman :
ِ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى ( الكهف :13 )
Artinya: “Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka dan kami tambahkan pada mereka petunjuk.” (QS. Al Kahfi: 13).
3. Diantara Karomah para wali yang disebutkan dalam Al Qur’an adalah apa yang terjadi pada Dzul Qarnain yaitu seorang raja yang shalih yang Allah nyatakan dalam al-Quran: “Sesungguhnya kami telah memberi kekuasaan kepadanya di muka bumi dan kami telah memberikan kepadanya jalan untuk mencapai segala sesuatu”. (Q.S. Al Kahfi :84)
Adapun mukjizat, ia mempunyai kelebihan atas karamah, karena diperoleh melalui perjuangan (tantangan).” Al-Hafizh Ibnu Hajar mengemukakan: “Imam al-Haramain menukil ijma’ yang menyatakan bahwa sihir itu tidak muncul kecuali dari orang fasik, sedangkan karamah tidak akan muncul pada orang fasik.” Selain itu Ibnu Hajar juga mengungkapkan: “Perlu juga diperhatikan keaadaan orang yang mengalami kejadian luar biasa seperti itu, jika dia berpegang teguh pada syari’at dan menjauhi dosa-dosa besar, maka berbagai kejadian luar biasa yang tampak pada dirinya merupakan karamah, dan jika dia tidak berpegang teguh pada syari’at serta melakukan perbuatan dosa besar, maka hal tersebut merupakan sihir, karena sihir itu muncul dari salah satu jenisnya, misalnya memberi bantuan kepada setan”.[10]
Epilog
Demikian pembahasan ringkas mengenai sihir, perdukunan dan yang berkaitan dengan dua istilah tersebut dalam perspektif Ulama Syafi’iyyah. Dan penulis dapat menyimpulkan berdasarkan ayat al-Quran sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-hujurât:1)
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”. (QS. Adz-Dzâriyât:56).
Adapun mengenai perbedaan pendapat mengenai beberapa hal seperti hakikat sihir, macam dan hal lainnya, merupakan hal yang sejatinya terjadi. Namun mengenai hukum sihir dan perdukunan itu sendiri para ulama bersepakat dalam pengharamannya.
Wallahu a’lam bi al-Shawâb. Allahumma iftah lanâ futûhal ‘arifîn…. Rabbanâ lâ tuâkhidznâ in nasînâ aw akhtha’nâ…
[1] Syamsuddin Muhammad Ibnul Khatib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtâj ilâ ma'rifah al-Alfâzh al-Minhâj, Dar al- Fikr, Bairut, juz 4, hal. 146.
[2] Imam al-'Allâmah Ibnu Manzhur, Lisânul Arab, Dar al-Hadits, juz IV, hal. 509.
[3] Imam al-'Allâmah Ibnu Manzhur, Lisânul Arab, Dar al-Hadits, juz VII, hal. 756.
[4] As-Syeikh Muhammad Ali ash-Shobûni, Rawâi' al-Bayan Tafsîr Âyâtul Ahkâm minal Qurân, Dar ash-Shâbûnî, cet. I 1999, juz I, hal. 54-57.
[5] Abdurrahman Bin Muhammad 'Audh al-Jazîrî, Kitab al-Fiqh 'Ala Madzâhib al-Arba'ah, Muassaah al-Mukhtâr, Kairo, Cet. 2006, juz 5, hal 342.
[6] Imam al-Hafidz Ahmad Bin Ali Ibn Hajar al-'Atsqalânî, Fathul Bârî bi Syarhi Shohih al-Bukhâri, Dar al-Hadits, Kairo, cet. 2004, juz 10, hal. 262.
[7] Syamsuddin Muhammad Ibnul Khatib asy-Syarbini, Mughni al-Muhtâj ilâ ma'rifah al-Alfâzh al-Minhâj, Dar al- Fikr, Bairut, juz 4, hal. 146.
[8] Imam Abi Zakaria Yahya bin Syaraf an-Nawawi ad-Damsyqi, Raudah ath-Thalibîn, Dar al-Kutub al-'Ilmiyah, Bairut, Libanon, cet. 2000, juz 7, hal. 197.
[9] Imam al-'Allâmah Ibnu Manzhur, Lisânul Arab, Dar al-Hadits, juz IV, hal. 223.
[10] Imam al-Hafidz Ahmad Bin Ali Ibn Hajar al-'Atsqalânî, Fathul Bârî bi Syarhi Shohih al-Bukhâri, Dar al-Hadits, Kairo, cet. 2004, juz 10, hal. 262.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan anda mengisi comment di sini...