Rabu, Oktober 29, 2008

Catatan mini seorang fakir

Sekedar catatan:
Catatan mini seorang fakir

Awal musim dingin. Arba wa Nush, 28 Oktober 2008
Hari ini saya bangun lebih awal dari biasanya, tepat jam 3.00 pagi. saya tidak mau membiarkan kesempatan ini terlewatkan begitu saja, saya langsung berwhudu, bersimpuh sujud mengharapkan ampunan dan karunia-Nya. Tak lupa saya raih Al-quran mungil pemberian adik saya dan membacanya sambil sedikit mencermati isi kandungannya semampuk saya. Hati saya terenyuh, betapa selama ini saya sangat jauh dari-Nya. Saya lupa untuk berterima kasih kepada-Nya. Padahal di dalam setiap hari-hari yang saya lewati ada saat di mana saya merasa sangat kaya raya atas apa yang  saya miliki, tawa, ketulusan, cinta, kasih sayang, kejujuran, itulah semua kekayaan saya.

Tuhan menghujani saya dengan Rahmat teragung-Nya. Maafkan hamba Tuhan, hamba sangat miskin, fakir kemampuan. Kemampuan untuk berterima kasih, kemampuan membalas seluruh kebaikan-Mu kepada hamba, atau sekedar memberi beberapa kalimat indah untuk-Mu, sungguh hamba sangat fakir.

Sangat beruntung, Tuhan maha kaya, tidak butuh apapun dari hambanya, apalagi hamba semacam saya. Dan untuk inipun saya masih terlambat bersukur “Segala puji hanya untuk-Mu, Tuhanku. Maafkan atas kefakiran hamba”.

Tak terasa sepotong cahaya menyelinap dari balik jendela kamar saya saat tirai kabut membuka panggung bumi.  Saya langsung membuka jendela kamar, udara dingin langsung menerpa wajah saya, menggigil. Saya nikmati wangi embun yang membasahi dedaunan di tambah kicau burung yang gembira menyambut pagi. Meskipun demikian saya memberanikan diri keluar rumah, ada sesuatu yang harus saya beli.

Dingin. Kehidupan di mulai lagi, bus-bus telah memenuhi terminal yang terletak di depan apartemen tempat tinggal saya. Saya tidak tahu apa yang sudah Allah rencanakan untuk hidup saya hari ini. Setelah kemarin, lusa, seminggu yang lalu, sebulan yang lalu dan bertahun-tahun yang lalu, kesedihan, kesenangan, kekecewaan, rindu, sepi, bahagia dan segala macam rasa telah mewarnai hari-hari saya. Namun demikian, ada satu rasa yang akrab dengan hari-hari saya kini “Rindu”. Dia sseakan tidak mau melewati hari-hari saya. Saya mulai akrab dengannya sejak tiga tahun yang lalu, saat saya memilih untuk melanjutkan kuliah di Kairo, Mesir. Keputusan inilah yang membuat saya kini jauh dari orang-orang yang sangat mencintai saya dan sangat  saya cintai. Sejak saat itu saya merasa kesepian. Meninggalkan adalah hal yang menyakitkan. Tuhan, ku harap hariku ini lebih baik dari hari sebelumnya.

Sambl memperhatikan setiap suara dan gerak kehidupan, disana  saya melihat ada berjuta rasa. Di sana saya melihat nenek tua sedang duduk di atas batu besar yang tergeletak tepat di belakang kios penjual makanan di tengah-tengah terminal. Dia terlihat lelah, ada kerut duka yang menyelimuti wajahnya. Sepertinya dia sedang menunggu bis. Ada sekantung ‘Isy besar di sisi kanannya. Baju hitam yang ia kenakan terlihat begitu lusuh, menandakan hidupnya begitu berat. Ditambah lagi ada bocah cilik disisi kirinya yang sedang merengek sambil menarik-narik baju nenek tua itu, sepertinya dia menginginkan sesuatu, entahlah, apakah ia kedinginan??? dia terlihat hanya mengenakan sehelai baju lusuh dan kotor, wajahnya pucat. Tapi nenek tua itu diam saja tanpa menggubrisnya. Ada bapak tua berjas rapi menghampiri nenek tua itu, diberikannya syal dan jaket miliknya untuk bocah cilik tadi, “Alhamdulillah” batink saya. Betapa saya harus banyak bersyukur.

Setelah itu saya mengalihkan pandangan menerobos jalan raya, di sana terlihat ada anak laki-laki berusia kira-kira tujuh tahun sedang berkeliling apartemen dengan sepuluh bahkan dua puluh ‘Isy di atas kepalanya, sambil berteriak menjajakan ‘Isy-nya. Tuhan, betapa berat hidup ini untuknya. Tapi tidak sedikitpun raut sedih di wajahnya. Senyuman di wajahnya menandakan dia sangat bahagia, entahlah, apakah ia menyembunyikannya???. Saya kembali harus bersyukur.

Tidak terasa sudah hampir jam 7.30 saya harus bersiap-siap untuk kuliah. Setelah siap, saya berangkat menuju terminal, sbelum sampai di sana saya melihat penjaga apartemen tempat saya tinggal, dia terlihat lelah, saya rasa dia belum tidur sejak semalam, matanya terlihat merah, saya menyapanya dan melanjutkan langkah. Sambil menunggu bus, saya mampir sebentar kekios makanan untuk membeli pulsa, di situ saya melihat ada seorang wanita berbadan gemuk sedang memilih makanan, dia tidak berjilbab, ada kalung emas besar di lehernya dan gelang besar di pergelangan tangannya, seakan membuat langkahnya bertambah berat. Polesan make-upnya membuat mata saya silau, apa ini hidup bahagia???.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda mengisi comment di sini...